Topic of discussion
- Overview
- Inflasi konsisten naik, meski masih jauh di bawah target
- Neraca perdagangan kembali surplus berkat pemulihan perekonomian global
- Likuiditas menjadi kunci kenaikan nilai aset finansial seperti saham dan obligasi saat ini
- Rupiah menguat di akhir tahun berkat neraca dagang surplus dan DXY yang terus menurun
- PMI Manufacturing Indonesia kokoh di atas level ekspansi dan IKK semakin membaik
- Penjualan kendaraan 4W dan 2W menunjukkan peningkatan

Bulan Desember menutup tahun 2020 yang penuh rintangan dengan kenaikan positif dari kelas aset saham dan obligasi. Sejumlah data menunjukan pemulihan ekonomi yang terjadi perlahan – lahan. Bukti nyata pemulihan terlihat pada PMI Manufacturing yang cukup meyakinkan berada pada level 51,3. Indeks Keyakinan Konsumen terus menanjak ke 96,5 mendekati 100. Nilai tukar Rupiah terhadap USD cukup stabil dan cenderung menguat mengingat neraca dagang yang masih membukukan surplus. Inflasi perlahan – lahan naik ke 1,68% yoy serta penjualan roda empat dan roda dua yang relatif naik. Meskipun kenaikan pasien covid-19 terus bertambah, namun optimisme masyarakat sudah mulai meningkat seiring dengan hadirnya vaksin di Indonesia dan pelaksanaan vaksinasi mulai bulan Januari 2021.
Pemerintah bergerak cepat dalam menyediakan vaksin di Indonesia setelah beberapa perusahaan farmasi menyatakan tingkat efikasi vaksin cukup tinggi. Indonesia menjalin kerjasama dengan perusahaan farmasi asing seperti AstraZeneca, Sinopharm, Moderna, Pfizer Inc (dan BioNTech), Novavax dan Sinovac. Akhirnya pengiriman pertama vaksin Sinovac telah hadir di Indonesia pada Desember 2020. Kementerian Kesehatan mengumumkan Indonesia telah mengamankan setidaknya 330 juta dosis dari Sinovac, Gavi Novax, AstraZeneca, Pfizer dan Novavax. Vaksin tersebut akan diberikan kepada hampir seluruh masyarakat Indonesia mulai dari awal 2021.
Realisasi fiskal 2020 menjadi menarik untuk diperhatikan karena terjadi beberapa kali perubahan untuk menyesuaikan keadaan pandemi yang muncul pada kuartal kedua yang mengubah wajah ekonomi Indonesia. Penerimaan pajak 2020 mencapai Rp 1.282,9 triliun, 91,3% dari target APBN - P yaitu Rp 1.404,5 triliun, atau turun -17% yoy dibanding tahun sebelumnya. Sementara itu, pengeluaran pemerintah 2020 mencapai Rp 2.589,9 triliun, 94,6% dari target APBN – P sebesar Rp 2.739,1 triliun, atau naik 12,2% yoy dibanding tahun 2019. Disamping itu, dana PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) sebesar Rp 695,2 triliun yang dianggarkan khusus untuk menanggulangi pandemi terserap Rp 579,8 triliun atau 83,4% pada akhir Desember 2020. Penyerapan anggaran 2020 dinilai cukup baik mengingat pengeluaran pemerintah merupakan pendorong utama perekonomian di masa sulit supaya konsumsi masyarakat terutama pada lapisan paling bawah dapat terjaga.
Nilai tukar Rupiah pada kuartal terakhir 2020 cukup stabil dan relatif menguat. Hal tersebut didukung dari beberapa faktor terutama ekspor komoditas. Keberhasilan beberapa negara dalam mengatasi pandemi covid-19 membuat negara – negara tersebut dapat memulihkan perekonomiannya lebih cepat. Salah satu negara tersebut adalah China yang terus mengimpor bahan baku untuk memenuhi produksi yang sempat terganggu pada awal tahun. Nilai ekspor Indonesia naik cukup banyak terutama komoditas seperti CPO, batu bara, besi dan baja. Sementara itu, impor Indonesia sudah menunjukan kenaikan karena permintaan akan barang dan jasa sudah mulai naik meskipun belum pulih seperti masa sebelum pandemi. Maka dari itu, Indonesia mencatatkan neraca dagang surplus yang cukup baik sehingga defisit transaksi berjalan cukup rendah dan diprediksi kurang dari -1,5% terhadap GDP. Selain itu, menguatnya nilai tukar Rupiah juga disebabkan oleh melemahnya indeks DXY (US Dollar index atau indeks yang mengukur nilai mata uang US Dollar relative terhadap sekelompok mata uang yang terdiri dari EUR, JPY, GBP, CAD, SEK, dan CHF) yang menyentuh 89 di bulan Desember. Kedepannya DXY diperkirakan masih terus turun mengingat stimulus besar yang diberikan oleh pemerintah dan bank sentral Amerika Serikat.
Pada bulan Desember, Gubenur bank sentral Amerika Serikat The Fed Jerome Powel kembali menyatakan bahwa Fed Rate akan dijaga di level rendah seperti saat ini untuk beberapa waktu kedepan dan melanjutkan program pembelian obligasi sampai terjadi kemajuan dari data ekonomi yang lebih baik. Pernyataan tersebut pernah diucapkan pertama kali pada akhir Agustus 2020 dan hal tersebut memberi sinyal kepada investor bahwa US Treasury yield akan tetap rendah. Oleh sebab itu, kami melihat kesempatan bagi investor asing untuk mulai memburu obligasi pemerintah negara lain yang dapat memberikan imbal hasil lebih tinggi, seperti obligasi pemerintah Indonesia. Pada bulan Agustus, kami merekomendasikan investor untuk membeli obligasi pemerintah dan rekomendasi tersebut membuahkan hasil yang baik di akhir tahun dimana yield obligasi pemerintah Indonesia 10 tahun menyentuh 5,9% pada Desember 2020 dari 6,9% pada Agustus 2020. Melihat fundamental keuangan Indonesia yang cukup baik, kami kembali merekomendasikan investor untuk tetap membeli obligasi pemerintah Indonesia dimana kami memiliki target yield antara 5,5% - 6,0% untuk 2021.
Rally pada IHSG yang terjadi di bulan Desember berhubungan erat dengan optimisme akan pemulihan ekonomi di 2021. Kami melihat beberapa dasar pemikiran yang bisa menjadi bahan pertimbangan investor untuk membeli kelas aset saham pada saat ini meskipun fundamental perusahan – perusahaan secara umum belum menunjukan pemulihan yang terlihat jelas. Beberapa dasar pemikiran kami seperti berikut, vaksinasi akan dilaksanakan secara gratis kepada hampir seluruh masyarakat sehingga aktifitas normal diharapkan bisa kembali dilakukan pada akhir 2021. Aktifitas normal tersebut tentu akan berimbas pada kenaikan permintaan barang dan jasa secara signifikan. Produsen dan penyedia jasa tentu akan meningkatkan produksi dan tenaga kerja sehingga meningkatkan pendapatan. Likuiditas perbankan yang sangat besar dan suku bunga pinjaman yang terus menurun membuat perusahaan – perusahan untuk mengambil pinjaman yang relative murah. ROE dan profit margin saat ini sudah berada pada level yang sangat rendah, dan diharapkan bisa kembali naik jika permintaan sudah kembali naik. Selain itu, dana investasi melalui investasi asing dan Souvereign Wealth Fund (SWF) yang diciptakan pemerintah diharapkan bisa terwujud di semester kedua tahun 2021 dan menjadi mesin baru perekonomian. Harga komoditas yang naik saat ini membantu meningkatkan daya beli masyarakat terutama di luar Jawa. Kepemilikan dana asing atas kelas aset saham dan obligasi cukup rendah saat ini dan diperkirakan dapat kembali dimana Indonesia diprediksi memiliki pertumbuhan positif yang cukup baik dibanding negara berkembang lainnya. Dari sisi valuasi, discount rate dapat turun seiring dengan menurunnya suku bunga dan yield obligasi acuan sehingga nilai perusahaan dapat naik. Secara umum, perekonomian dunia akan terus membaik. Maka dari itu, kami melihat investor dapat mulai menambah kepemilikan pada kelas aset saham.
Baca selanjutnya:
Inflasi konsisten naik, meski masih jauh di bawah target
DISCLAIMER
Pendapat yang diungkapkan dalam artikel adalah untuk tujuan informasi umum saja dan tidak dimaksudkan untuk memberikan saran atau rekomendasi khusus untuk individu atau produk keamanan atau investasi tertentu. Ini hanya dimaksudkan untuk memberikan edukasi tentang industri keuangan. Pandangan yang tercermin dalam konten dapat berubah sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan. Seluruh data kinerja dan return investasi yang tertera di artikel ini tidak dapat digunakan sebagai dasar jaminan perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksa dana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksa dana.